18.1.11
Pisah Jumpa
Aku berharap untuk tidak pernah bertemu denganmu, namun apa daya waktu dan kehendakNya berkata lain. Jika diperbolehkan, ingin rasanya memutar waktu dan kembali menjadi manusia yang bodoh agar tidak bertemu denganmu kelak.
Satu musim telah terlewati. Harapan yang sekarang kuanggap menjadi kutukan pun muncul. Mungkin memang aku tak akan pernah bertemu denganmu lagi. Biarlah malam berikutnya hanya keheningan dan suara jari memainkan tulisan-tulisan di atas keyboard yang sudah lapuk.
Aku tersenyum kecut, memandangi fotonya dalam layar kaca ini. Semoga perasaan ini tidak dibawa mati. Jujur saja, aku tak ingin menjadi seperti anjing yang setia kepada tuannya. Walaupun terdengar manis, tetapi sangat pahit jika sang majikan telah tiada apapun sebabnya.
Mataku masih memandangi fotonya di layar kaca. Berharap diriku menggantikan pria di sampingnya, yang memakai baju formal tersebut. Bukan dengan program-program tercanggih masa kini, tetapi dengan memutar balikkan waktu. Sekali lagi, aku berharap sesuatu yang tak mungkin terjadi.
Kali ini kusudahi memandangi fotonya dari layar kaca. Tetapi tetap saja bayang dirinya muncul di otak. Seakan dirinya adalah oksigen yang diikat oleh hemoglobin dan dialirkan ke seluruh otak.
Perpisahan memang tercipta karena pertemuan. Dengan perpisahan, aku selalu berharap akan bertemu dirinya kelak, secepatnya. Semua orang juga bilang begitu, bahwa berpisah untuk berjumpa adalah hal yang wajar. Tetapi jiwa ini tidak berkata demikian. Jiwa ini tahu kita akan berpisah untuk selamanya. Tidak akan ada koma maupun kalimat baru di kehidupan kita. Hanya titik.
Tetapi hati kecil ini selalu berharap kisah kita tidak sampai di sini. Berharap sang penulis akan bangun dari tidurnya dan meneruskan kisah ku dan dia selanjutnya. Walau aku tidak pernah tahu apa yang akan terjadi nanti.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar