19.12.14

Muara Rindu

Menahan rindu sama seperti membendung air sungai yang seharusnya mengalir bebas. Semakin lama kamu bendung, semakin penuh juga rasa itu. Dan kamu tak tahu kapan akan meluap bebas, menghancurkan tembok hati yang kamu kira kokoh. Hatimu akan tenggelam, dan tak tahu bagaimana cara kembali ke permukaan

Biarkan rindu itu mengalir seperti sungai yang tahu kemana kah arahnya kan bermuara. Secara perlahan namun pasti, nelangsa namun tak membunuh, walau hati sudah lelah menunggu. Biarkan hatiku, juga hatimu, tetap diam dalam rindu. Menunggu, dan terus menunggu hingga aku kembali pada kamu dan juga diriMu.

17.12.14

On Any Book An Plumb Pleasant

Mungkin impresi pertama kalian ketika melihat judul adalah adanya kesalahan struktur kata dalam bahasa Inggris. Biar gue jawab terlebih dahulu. Hari ini gue mendapatkan pelatihan copywriting dari salah satu ECD ahensi lokal. Modul pelatihannya cukup menarik, salah satunya dengan menulis cerita dari kata-kata mural truk yang disediakan. Akhirnya saya memilih kalimat ini.

On Any Book an Plumb Pleasant

Cara bacanya seperti ini: onani bukan pelampiasan.

Oke, di satu sisi ini cukup absurd. Salah satu peserta yang berhijab pink cukup tercengang ketika melihat variasi kata mural truk yang ada. Jangan lupa bayangkan mimik wajahnya, dan kamera langsung melakukan zoom in.

Sebagai pria, gue gak setuju kalo onani itu pelampiasan. Itulah yang mendasari gue mengambil topik ini dibandingkan topik lainnya. Dengan waktu yang terbatas, gue pun menulis ceritanya seperti ini.


Judul: Onani Bukan Pelampiasan

Asep yang baru saja beranjak dewasa merasakan mimpi basah pertama. Celananya yang kering mendadak jadi lengket dan lembab dalam waktu semalam. "Bau, agak pesing.", sambil menendus celananya. Yang hanya ia ingat cuma sesosok perempuan telanjang pada bunga tidur yang terlalu indah untuk dilupakan.

Hari ke hari nafsi birahi Asep semakin tinggi. Sambil mengintip celananya, ia hanya berkata "Aku telah dewasa.". Ia pun pergi ke warnet di desa sebelah untuk membuka situs dewasa. Namun ketika sampai, hati kecilnya berkata.

Jangan!

"Asep, Asep. Apa yang kamu pikirkan?", sahut dirinya sendiri. Segera Asep pulang ke rumah untuk mengurungkan niatnya. Tak sengaja ia menemukan majalah dewasa yang dijual murah di warung sebelah.

Intermezzo: (Gue sempat berpikir, warung mana ya yang jual majalah dewasa dan murah?)

Apa daya imroh lebih kuat dari iman. Dibeli lah majalah dewasa itu esok hari sepulang sekolah. Asep, oh Asep.

"Wah, gak ada emak di rumah nih.", tanpa menunggu lama ia membuka celananya sambil memegang kelaminnya kencang-kencang. Wajahnya yang berkeringat menceritakan betapa puas onani pertamanya.

Tanpa sadar akan situasi sekeliling, emak pun pulang dan memergoki Asep yang sedang onani. "APA YANG SEDANG KAU PERBUAT?", teriak mamanya dengan penuh amarah dari neraka.

Asep yang sedang asik memegang kelaminnya hanya berdiri gemetar sambil berkata, "Onani bukan pelampiasan, tapi kebutuhan!"



Para peserta workshop cukup tercengang ketika gue membawakan topik ini. Apalagi melakukan adegan pura-pura memegang alat kelamin kencang-kencang sambil onani di depan perempuan berhijab pink.

11.12.14

Kuah Kecap

Kantin kantoran itu memang salah satu surga kuliner. Dari makanan rumahan sampe yang per porsinya harus dimasak khusus. Namun apapun variasi makanan di sana, hati gue tetap jatuh sama nasi uduk. Apalagi di sini pake empal goreng. Wih sedap mamak!

Berhubung gue orangnya males banget untuk turun ke bawah, gue dan satu tim lebih memilih bantuan OB untuk membeli makanan sebelum makan siang. Berhubung waktu itu gue mendadak harus pergi survey, nasi uduk yang tadinya gue pesan terpaksa nganggur sampai jam 5 sore. Akhirnya gue membuka kotak nasi uduk, dengan kuah kecap yang dibungkus kebanyakkan di sebelahnya. Kurang kerjaan kali ya ngasih gue kuah uda kayak ngasi air mineral gelas.

Nasi Uduk dan si Kuah Kecap
Ga pake ba bi bu, gue langsung asal sirem sedikit kuah kecap di atas nasi. Dipikir-pikir gak mau yang terlalu basah, nanti gak enak. Bener aja, kuahnya gak berasa di lidah. Berakhir lah nasib si kuah kecap di tong sampah.

Beberapa hari kemudian, gue gak sempet lagi turun ke kantin. Karena hari itu OB lagi gak bisa bantu beliin makanan, gue minta salah satu temen kerja gue, Mas Jelot, untuk beliin paket nasi uduk empal goreng. Seperti biasa, dateng dengan kuah kecap.

Kali ini gue memutuskan untuk tidak memakai kuah kecap, takut trauma ceritanya. Untuk kedua kalinya, kuah kecap harus berakhir di tong sampah. Tiba-tiba Mas Jelot kaget...

"Eh jangan dibuang, itu kan Teh Botol!"

Lah piye toh... Bukannya itu kuah kecap? Sahut gue dengan penuh kebingungan. Lagipula Teh Botol cemana yang datang tapi gak pake sedotan?

Kata Mas Jelot, cara minumnya itu harus digigit ujungnya. Berasa inget jajanan anak SD. Setelah dicoba, eh beneran aja itu Teh Botol!

Jadi kemaren ini gue makan nasi uduk pake aer teh? Hancur hati awak!

Cemana ini kantin ngasi teh nape kagak pake sedotan? KZL atuh saya!