29.3.11

Yang Terkadang Kita Lupakan

Tidak mudah puas, selalu mencari lebih, mungkin itu beberapa kodrat manusia yang hampir tidak bisa dilanggar. Kita pasti selalu ingin maju terus, untuk mendapatkan yang lebih baik.

Tetapi pernahkah kita tersenyum pada hal-hal sederhana yang terjadi kepada kita? Walau hanya sekedar senyuman selamat pagi, atau doa dari seorang ibu maupun dia yang menyayangimu, bukankah hal tersebut indah?

Terkadang kita harus berhenti berlari, dan tersenyum untuk semua yang telah terjadi. Hidup ini terlalu indah, kawan :)

27.3.11

Kasih

Maaf ya mengganggu kalian malam-malam begini. Saya ingin sedikit menggalau di blog huhu. Barusan ada salah satu teman saya menulis begini di twitternya:

Buat apa mikirin orang yang sama sekali gak mikirin ikta, waste time.

Kalo dipikir-pikir, memang iya membuang-buang waktu. Bisa saja kita menggunakan waktu tersebut untuk melakukan aktifitas lain. Tetapi saya tetap memilih memikirkan dia, dia, dan dia yang saya kasihi. Tidak pernah saya mengutarakan syarat ke mereka untuk memikirkan saya balik.

Yang namanya kasih tulus memang tidak bersayarat.

Tidak pernah menutut balasan apa-apa.

Tidak pernah memaksa untuk bersama. Apa daya berdua jika perasaan hanya mendukung satu pihak semata?

Kasih selalu berharap bahwa dia selalu baik-baik saja, walau kita tak pernah ada.

Pernahkah di kehidupan kita, kita benar-benar mengasihi seseorang dengan sepenuh hati kita? Ya, kalian pasti pernah.

21.3.11

Mission to Love

Little John, little dreamer.
You had so little in your life it seemed.
But you never lost the power to dream.




Hari ini saya mau coba mengulas film yang baru-baru ini saya tonton, Saint John Bosco: Mission to Love. Kebetulan ini film diputar di Gereja saya ketika perayaan relikwi Don Bosco. Saya kira cuma mengungkap sejarahnya saja film ini. Eh ternyata dari sisi humanisnya, bikin saya nangis bombay. Baru kali ini ada film yang bisa bikin saya nangisnya abis-abisan.

Dari sisi sejarahnya dulu, menurut saya agak kurang dan banyak yang kepotong. Mungkin karena takut durasinya terlalu lama kali ya. Gak dipotong saja sudah hampir dua jam duduk nonton film ini. Pembahasannya pun hanya ketika ia masih kecil sampai ia berhasil mendirikan Ordo yang bergerak di kalangan kaum muda, terutama kaum papa. Ia mengajarkan mengasihi Tuhan dengan tulus.


Dari sisi humanis dan religinya. Ini nih yang bikin saya benar-benar bercucuran air mata. Bosco sendiri hanyalah manusia biasa, yang kadang memang tidak luput dari kesalahan. Tetapi dia selalu menolong orang yang susah, tanpa minta balasan apapun. Bahkan dia mendirikan oratori (sejenis lapangan permainan) untuk anak-anak yang pada akhirnya menjadi tempat tinggal mereka juga. Pokoknya dia selalu mengasihi belas kasih, tanpa memandang, tanpa syarat. Zaman sekarang mana ada manusia yang begitu.

Pada awal cerita, juga dikisahkan ketika ia mempunyai seorang yang ia kagumi, Don Calosso (Don = Bapak), seorang Pastur yang membiayai kaum papa. Bahkan ia membiayai Bosco untuk sekolah, padahal ia baru berkenalan tidak lama. Nah masuk nih ke bagian yang menurut saya paling miris. Ketika di penghujung film, diceritakan Don Bosco terkena penyakit. Entah penyakit apa itu, yang pasti parah. Sampai-sampai ia pingsan dan tidak beranjak dari ranjang. Diperlihatkan sebuah adegan dimana Michael Rua (Michele Rua dalam bahasa Itali) dan teman-teman oratorinya berdoa dalam sebuah kapel, menuntut kesembuhan Don Bosco.

Disini saya mulai berpikir, ketika kita sakit ataupun dalam masalah, ada orang yang selalu berdoa untuk kita. Kita gak tahu siapa, yang pasti doa itu selalu tulus, dan berharap sepenuhnya kita bisa pulih. Pernah gak sih kita mencintai seseorang sebegitu besarnya? Memberi pengorbanan tanpa pernah mengharapkan imbalan. Tuh kan air mata saya mulai nongol lagi nulis beginian :'(

Di adegan terakhir, ia pergi ke kota dan bertemu sekelompok anak kecil. Tapi hanya satu yang menanggapinya. Kurang lebih begini percakapan mereka.

"Where's your parent?"
"I'am an orphan, Father."
"There's no orphan in this world. Come with me, you're like playing, right?"

Anjirrrr. Tapi dipikir-pikir benar juga ya. Gak ada yatim piatu di dunia ini, secara tersirat begitu. Selalu ada yang berperan menjadi orang tua di hidup kita. Ntah itu siapa, sadar atau tidak, mereka selalu hadir.

Moral dari film ini, kita gak boleh berhenti bermimpi. Bermimpi itu adalah kekuatan kita untuk hidup, membuatnya menjadi kenyataan yang mewarnai dunia. Menyayangi orang-orang tanpa syarat, mencintai keburukannya, itulah yang baru dinamakan cinta sejati, untuk kawan maupun lawan.

Kalau boleh menilai, saya mau kasih 8/10 buat ini film. Harus ditonton buat yang ingin merefleksikan keindahan hidup ketika kita saling mencintai.


When someone like you dreams of us.

It is never just a dream.

If there’s one thing we can do,
let us live the dream for you.
If there’s one thing I can do,
let me live that dream for you.

18.3.11

It takes a LEGEND to make a STAR


Judul di atas saya ambil dari film BURLESQUE. 
It takes a LEGEND to make a STAR
Buat saya, slogan film tersebut benar-benar terjadi dalam kehidupan kita semua. Kita gak mungkin secara langsung menjadi sebuah LEGEND jika tidak ada yang kita kagumi. Gak usah jauh-jauh mengagumi para artis maupun penyanyi. Orang tua kita? Guru? Teman? Mereka bisa jadi salah satu LEGEND. Dan apakah kita sendiri mempunyai rencana untuk menjadi STAR?


Banyak tokoh yang saya kagumi yang akhirnya menjadi STAR pun awalnya juga mempunyai LEGEND yang ia kagumi. Seperti Saint John Bosco, yang mengagumi Saint Francis de Sales. Saya sendiri mempunyai seseorang yang saya kagumi. Dia bukanlah orang yang benar-benar spektakuler. Tapi tindakan, pemikiran, dan prestasi yang ia capai menginspirasi saya selalu.


I have my own LEGEND that inspire me. I'll try my best to be a STAR and LEGEND. 


Are you the LEGEND? Or the newborn STAR? Who knows.





*Kalau berkenan, kalian boleh menceritakan LEGEND kalian masing-masing, bisa via facebook yang tertera pada kanan blog ;)

16.3.11

Jurusan Pecun

Kata salah satu dosen saya, di kantor dia lulusan jurusan Mass Communication disebut sebagai pecun. Eitss, pecun yang dimaksud dosen saya itu karena jurusan Mass Communication ya katanya belajar semua, agak kurang terfokus sih dalam strategi seperti Marketing atau jurusan lain. Tapi mereka harus saya akui bener-bener ahli dalam hal mengeksplor media dan bisa kerja hampir dimana saja dalam hal yang berhubungan dengan komunikasi.

Kalau ditanya begini sama orang tua:
"Kamu mau jadi apa ambil Mass. Com?"
"Jadi Pecun, Ma."

Kalau digosipin sama orang-orang kantor:
"Ih si pecun udah dateng."
"Oi bos, telepon si pecun dong, kita butuh bantuan!"

Wah luka batin juga saya kalau dikatain pecun. Panas kuping! Tapi kalau kalian jadi pecun yang begini sih boleh lah, asal kalian gak buka baju sambil rayu om-om.




"Om seribu semalam om."

15.3.11

Semester Dua

Selasa, hari sehabis Senin. Ya iya lah nenek-nenek disko juga tahu abis Senin pasti Selasa. Yang bikin hari ini cukup spesial adalah hari ini saya masuk kuliah lagi loh, baru mulai semester dua. Telat banget ya? Iya telat banget-nget-nget. Dimana yang lain udah hampir UTS ehh saya baru guling-guling ke kampus.

Rasanya gimana ya... temen-temen di kampus emang buanyakkkk yang bikin ngangenin. Mereka itu kayak makanan, kalau ada yang ilang satu atau dua orang serasa kayak makan Indomie gak pake bumbu. Tawar ching! Apalagi liburan ini yang saya sama sekali gak lihat mereka, rasanya kayak gak makan sebulan. Groarrrr.

Gak cukup banyak sih perubahan dari mereka, paling cuma tambah kurus, gemuk, beda gaya rambut, itu-itu aja lah. Yang paling hangat dibicarakan selain kegalauan para murid adalah hasil majoring online Senin kemarin. Kalau saya sih adem ayem aja, berhasil dapet kelas mentari (baca: kelas pagi). Tapi banyak juga yang mengalami majoring berdarah alias rebut-rebutan kelas mentari. Sisanya dapet kelas terik (baca: kelas siang). Untung gak ada yang masuk kelas bulan (baca: kelas malam). Ehh betewe itu istilah kelas mentari dan kawan-kawannya bukan istilah resmi dari kampus loh, itu cuma saya yang buat aja biar terdengar sedikit imut HAHAHAHAHAHA.

Dan yang gak ketinggalan hebohnya, dosen-dosen yang asing di hari pertama perkuliahan. Asing yang saya maksud bukan bule ala Chincha Wowra, tapi emang gak pernah lihat sebelumnya. Salah satunya adalah dosen PR, Ma'am Yunita. Yang bikin saya ngakak hari ini, ketika kita membahas dosen PR sebelumnya. Sebut saja namanya Pak A'an (nama samaran). Ketika mem (biar gampang ngetik Ma'am) bertanya siapa dosen sebelumnya dan kita menjawab Pak A'an bu! Kontan bibir si mem langsung mengkuncup sambil bilang 'ouhhh'. Sepertinya skandal dosen ini yang jarang masuk sudah terdengar sampai ujung ibukota sana. Yang paling parah, dia cuma masuk 2 kali sehabis mid test. Emang gokil disko ini dosen.

Gak ketinggalan hebohnya ketika baca papan pengumuman dan tertempel jadwal mata kuliah. Eh tahunya si ini ngajar lagi, eh si itu ngajar lagi. Saya rasa tahun ajaran ini bakal mengena di hati. Tahun yang baru, dengan kenangan lama dibumbui hal-hal yang baru. Menarik.

14.3.11

Life at Work

Yuhuu udah lama nih ye nungguin saya ngepost di blog lagi. Sekarang saya hadir kembali loh *tebar kecupan*.
Semenjak masuk kerja, tiap weekend saya selalu pulang subuh. Capek? Iya sih capek. Tapi seru looh. Yang seru sih bukan kerjaannya, tapi emang anak-anaknya yang bikin betah kerja lama-lama.

Tiap kali ketemu pasti pada langsung main TP. TP yang saya maksud ini bukan tebar pesona, melainkan tebak pentil. Korban pasti selalu laki-laki, dan tersangka bebas siapa saja. Yang bikin saya syok, pencetus permainan TP ini adalah seorang perempuan. Sampai-sampai bapaknya si bos adiktif dalam bermain TP. Hati-hati chocochipnya copot!

So far so good sih saya belum jadi korban. Dan jangan sampai saya jadi korban, masih sayang sama pentil sendiri. Tapi sih... permainan ini adiktif loh! Beneran deh, cobain ke temen-temen kamu. <- ngajak gak bener
Betah banget deh di kerjaan ini :D

6.3.11

Titik di Dinding

Dunia terkadang begitu kejam. Berputar 7 x 24 jam tanpa pernah sedetikpun berhenti. Dan ketika kau lahir di dalamnya, sudah ada aturan main yang baku. Aturan yang sudah mencapai pada baris akhir, dan diakhiri dengan titik. Kau ingin menulis aturan baru, tetapi pena yang kau gunakan tak pernah nyata. Kau pun tak dapat mengubah titik tersebut menjadi koma. Semua sudah terlambat, bahkan sebelum kau lahir. Aku pun telah mengalaminya.

Satu hal yang tidak pernah kulupakan, ketika tangan kami saling bergenggaman. Dia menutup matanya, dan aku dengan mata merem melek melihat diriya. Polos tanpa noda. Jariku dapat menghitung denyut jantung di nadi sekitar tangannya. Denyutmu menghanyutkan seperti sungai. Dan ketika kutahu doa yang kami panjatkan adalah sama, semua menjadi satu selama doa berlangsung. Menggenggam tangan tidak kalah dahsyat dengan menggenggam jantung.

Tapi aku tahu, semua itu berlangsung begitu cepat seperti petir menyambar. Begitu besar, tetapi sesaat. Dinding di depan mata terlalu besar dan kokoh. Perbedaan secara morfologis maupun psikologis terlampau jauh. Biarlah dinding tersebut menjadi pembatas kami. Lubang kecil di ujung dinding cukup untuk mengintip sesekali. Aku tahu kalian pasti akan berkata robohkan saja dindingnya. Tetapi dunia akan berbeda ketika dinding tersebut kurobohkan. Dinding tersebut nyata adanya sebelum aku lahir. Dunia pasti mencaciku habis-habisan jika batas tersebut lebur.

Dinding maupun titik tersebut, kedua-duanya sama saja kejam. Andai kata masih ada koma maupun pagar, mungkin sudah kutulis kalimat baru ataupun kulompati. Dunia tidak pernah fleksibel.

Semua Sungai Akan Bermuara ke Sunter

Pepatah dan fakta mengatakan, semua sungai akan bermuara ke laut. Memang.

Tapi kalau saya punya pepatah sendiri. Semua sungai akan bermuara ke Sunter. Setuju? Harus! Sejauh apapun saya pergi mengenal orang-orang baru pasti ada aja mereka juga kenal teman-teman saya juga. Orang Sunter lagi yang dia kenal.

Lu kuliah dimana X? Kenal si A gak? Oh kenal juga ya, si A sekomplek loh sama gue!
Eh Y lu SMA dimana? Oh kenal si B dong? Iya si B itu satu komplek sama gue loh!
Wah jauh ya, ternyata lu kuliah di STP Trisakti ya Z. Oh lu kenal si C? Iya kita sering hunting foto bareng dulu. Oh mantan lu si D? Iya si E soalnya jadian sama si D sekarang. Si E anak Sunter juga loh!

Memang hidup saya tidak jauh-jauh dari tempat yang namanya SUNTER. Sebanyak dan sejauh apapun saya mengenal teman baru, akhirnya semua kembali ke Sunter. Semua sungai pada akhirnya bermuara ke Sunter. Setuju?

Setuju!

Nickname

Manggil nama teman pakai nama panggilan sih memang terdengar akrab. Tapi kalau kurang dekat, jangan sekali-kali menggunakan nama panggilan mereka untuk disimpan dalam ponsel. Buktinya saya nih, sekarang saya hampir lupa siapa dan siapa si itu yang saya simpan di ponsel. Nih saya coba kasih sebagian listnya.

A -> Saya lupa ini siapa, tapi kayaknya temen sekomplek yang pake nomor kokonya.
Ab -> Idem
Tahu -> Sempet mikir... ternyata ini teman SD. Karena nama mamanya Miftahuda.
Utada -> Idem sama yang diatas. Cuma versi kerennya aja.
TinJa -> Dengan T dan J besar. Saya gak tahu temen saya yang panggilannya TinJa siapa. Suer bener-bener lupa!
Sapa ye? -> Kalau gak salah ini nomor salah sambung.
Oli -> Ternyata setelah saya hapus, saya baru sadar dia itu teman SMP saya --"

Kalian yang malang, maaf ya saya bener-bener lupa loh!

3.3.11

Gantz


Kali ini saya mau ngereview manga yang barusan saya baca. Sesuai gambar di atas, judulnya Gantz. Gantz bercerita tentang dua anak muda (sekitar SMA) yang tertabrak kereta dan mati. Tetapi mereka ternyata juga terpilih oleh Gantz untuk dihidupkan kembali, dan melawan alien-alien yang menginvasi bumi. Gantz sendiri adalah bola hitam yang berisi manusia, yang nantinya bakalan diceritakan siapa Gantz sebenarnya.

Memang terdengar biasa banget ceritanya. Tapi ketika saya baca, wah beda banget sama ekspetasi awalnya. Gambarnya bener-bener detail. Dari tokoh-tokohnya yang  ketembak, ususnya berceceran (hiiiy) dan masih bannyak lagi dehhh. Tokohnya pun riil secara psikologis. Bayangin aja kalau manga lain, masih ABG tapi dari sisi psikologisnya udah kayak orang dewasa.

Di manga ini kita dapat melihat sendiri pertumbuhan tokoh tersebut. Terutama dari sisi psikologis. Dari yang awalnya yang takut mati sampai akhirnya berani mati. Dan itu gak cuma lewat 10-20 chapter aja tiba-tiba udah begitu. Tapi bisa dibilang sekitar... 100 chapter lebih ada kali.

Yang saya takjub juga, si pembuat itu bener-bener gak sayang karakter. Ya memang kondisi manganya memaksa begitu juga sih hehehe. Kalo sayang karakter terkesannya jadi gak realistis juga. Pokoknya kalau kalian punya waktu luang, disarankan buat baca ini. Toppp markotoppppp