13.1.11

Cicak di Dinding

Gimana yaa, perasaan saya semakin hari semakin galau. Bukan galau gara-gara cinta, lebih tepatnya takut akan kehilangan seseorang dari hari-hari biasanya. Dia adalah sosok yang saya kagumi, bukan karena tebar pesonanya.

Melainkan sosok dirinya yang dewasa, menggunakan logika dan emosinya 50 banding 50. Pemikirannya yang melampau jauh dan tahu kapan harus bertindak. Ditambah ia mempunyai kesabaran ekstra. Jika saya ada di posisi dia, mungkin saya sudah didiagnosis darah tinggi karena kebanyakkan marah.

Di kamus saya, susah sekali mendeskripsikan bagaimana seseorang yang dewasa. Bahkan saya tidak pernah menganggap orang tua saya sebagai contoh yang dewasa. Di dalam hidup saya, baru dua kali saya bertemu orang seperti mereka. Semasa perkuliahan dan SMA.

Kalau diibaratkan, posisi saya itu seperti cicak di dinding yang hanya bisa melihat orang tersebut dari kejauhan. Kalau kata Dewi Lestari, hanya suara dan tapak yang menemanimu. Walau saya bukanlah siapa-siapa yang penting di dalam hidup kalian, biarlah saya menapak dalam jalan kehidupan dan gerak-gerik kalian. Mengagumi sosok dewasa kalian dalam keheningan.

Saya tahu, sebentar lagi kita akan berpisah. Bukan maut yang memisahkan, hanya sekedar waktu dan tempat saja. Tidak tahu berapa kata terima kasih yang harus saya ucapkan kepada kalian, sang dewasa di mata saya.
Saya anggap perpisahan ini adalah yang terbaik buat saya dan kalian.

Mungkin suatu hari saya akan lupa bagaimana mereka tersenyum. Mungkin suatu hari saya akan lupa bagaimana mereka marah. Tetapi satu hal yang akan selalu saya ingat, kalian adalah patokan saya untuk menjadi seseorang yang lebih dewasa. Semoga kita ditakdirkan Tuhan untuk bertemu lagi, masih banyak hal yang saya ingin tanya dan bagikan.

Sebagai cicak, yang mengawasi kalian.

Tidak ada komentar: