21.11.13

Wonderful Indonesia: Dibalik Kabut Pagi Bromo


Secara administratif, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terletak di 4 Kabupaten. Yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabutan Probolinggo, dan Kabupaten Pasuruan. Bukan lagi diduakan, tapi diempatkan! Ah memangnya enak jadi milik bersama. Untungnya Bromo bisa diakses dari berbagai tempat. Yaitu Probolinggo, Malang, dan Pasuruan.



Berbagai perlengkapan anti dingin kupersiapkan malam sebelumnya. Berharap esok hari aku dapat melihat mentari terbit di Bromo di bulan Februari. Sebenarnya ini sama saja seperti berharap memenangkan sebuah lotre. Ngapain jalan-jalan di musim hujan? Pertanyaan klasik beberapa orang sebelum aku berangkat ke Jawa Timur. Apalagi ini termasuk jalan-jalan dengan modal nekat. Pergi dengan persiapan dan uang minim, hanya pergi dengan satu teman. Apalagi di tengah jalan kita berpisah karena berbeda tujuan.

Ah, ya sudahlah. Tiket sudah dibeli, apa mau dikata? Kalau kata Mpok Atiek, dibayar gak dibayar yang penting show must goes on! Apapun yang terjadi nantinya, gak usah dipikirin dulu. Bahkan sebenarnya Bromo ini tidak termasuk salah satu rute perjalananku. Seharusnya dari Ijen, aku lanjut ke Kediri. Cuma siapa yang sangka bisa bertemu pelancong dari Samarinda di Ijen dan mengajakku ke Bromo. Kuanggap saja perjalanan ini seperti sungai yang mengalir. Kamu tidak akan tahu kemana ia mengalir, tapi akan bermuara ke laut jua.

Kami sudah tidur seperti hamster. Tiga pria dalam satu ranjang, dengan kaki-kaki saling menimpa. Mencari kehangatan jasmani, bukan batin. Kupikir aku tidak akan bisa melewati malam ini. Dinginnya bukan lagi menusuk kulit, tetapi menusuk sampai ke tulang. 

Saat menaiki Jeep, aku masih berharap-harap cemas apakah dapat melihat mentari terbit di Bromo. Kucoba menghilangkan kekhawatiran itu dengan menikmati 3 tusuk kentang bulat yang digoreng. Masih hangat. Jam empat pagi kami telah menanjaki Penanjakan 1. Mengambil tempat paling depan, dengan resiko ditiup-tiup angin yang kelewatan dingin.

Sinar berwarna oranye telah terlihat di ufuk timur. Ah, kabut yang disana, menyingkirlah! Perlahan matahari tampak semakin bulat, memperlihatkan kemegahannya. Terlalu indah. Mungkin itu mengapa rakyat Indonesia menyebut bintang bersinar itu bernama matahari, mata sang Dewa Wisnu.


Bukan rahasia lagi menikmati mentari terbit di Bromo adalah satu momen tak terlupakan di dalam hidup. Tapi pernahkah kamu bertanya mengapa mentari terbit di Bromo begitu indah? Mungkin ini bukan soal matahari tersebut terbit di Bromo, tetapi bagaimana kamu berjuang untuk melihatnya terbit. Mungkin kamu termasuk salah satu yang beruntung.

Mari lihat sudut lain Bromo!




Semua foto merupakan hasil dokumentasi pribadi semasa melancong di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Cerita yang ditulis juga merupakan pengalaman pribadi. Tulisan ini merupakan rangkaian lomba Indonesia.Travel