Little John, little dreamer.
You had so little in your life it seemed.
But you never lost the power to dream.
You had so little in your life it seemed.
But you never lost the power to dream.
Hari ini saya mau coba mengulas film yang baru-baru ini saya tonton, Saint John Bosco: Mission to Love. Kebetulan ini film diputar di Gereja saya ketika perayaan relikwi Don Bosco. Saya kira cuma mengungkap sejarahnya saja film ini. Eh ternyata dari sisi humanisnya, bikin saya nangis bombay. Baru kali ini ada film yang bisa bikin saya nangisnya abis-abisan.
Dari sisi sejarahnya dulu, menurut saya agak kurang dan banyak yang kepotong. Mungkin karena takut durasinya terlalu lama kali ya. Gak dipotong saja sudah hampir dua jam duduk nonton film ini. Pembahasannya pun hanya ketika ia masih kecil sampai ia berhasil mendirikan Ordo yang bergerak di kalangan kaum muda, terutama kaum papa. Ia mengajarkan mengasihi Tuhan dengan tulus.
Dari sisi humanis dan religinya. Ini nih yang bikin saya benar-benar bercucuran air mata. Bosco sendiri hanyalah manusia biasa, yang kadang memang tidak luput dari kesalahan. Tetapi dia selalu menolong orang yang susah, tanpa minta balasan apapun. Bahkan dia mendirikan oratori (sejenis lapangan permainan) untuk anak-anak yang pada akhirnya menjadi tempat tinggal mereka juga. Pokoknya dia selalu mengasihi belas kasih, tanpa memandang, tanpa syarat. Zaman sekarang mana ada manusia yang begitu.
Pada awal cerita, juga dikisahkan ketika ia mempunyai seorang yang ia kagumi, Don Calosso (Don = Bapak), seorang Pastur yang membiayai kaum papa. Bahkan ia membiayai Bosco untuk sekolah, padahal ia baru berkenalan tidak lama. Nah masuk nih ke bagian yang menurut saya paling miris. Ketika di penghujung film, diceritakan Don Bosco terkena penyakit. Entah penyakit apa itu, yang pasti parah. Sampai-sampai ia pingsan dan tidak beranjak dari ranjang. Diperlihatkan sebuah adegan dimana Michael Rua (Michele Rua dalam bahasa Itali) dan teman-teman oratorinya berdoa dalam sebuah kapel, menuntut kesembuhan Don Bosco.
Disini saya mulai berpikir, ketika kita sakit ataupun dalam masalah, ada orang yang selalu berdoa untuk kita. Kita gak tahu siapa, yang pasti doa itu selalu tulus, dan berharap sepenuhnya kita bisa pulih. Pernah gak sih kita mencintai seseorang sebegitu besarnya? Memberi pengorbanan tanpa pernah mengharapkan imbalan. Tuh kan air mata saya mulai nongol lagi nulis beginian :'(
Di adegan terakhir, ia pergi ke kota dan bertemu sekelompok anak kecil. Tapi hanya satu yang menanggapinya. Kurang lebih begini percakapan mereka.
"Where's your parent?"
"I'am an orphan, Father."
"There's no orphan in this world. Come with me, you're like playing, right?"
Anjirrrr. Tapi dipikir-pikir benar juga ya. Gak ada yatim piatu di dunia ini, secara tersirat begitu. Selalu ada yang berperan menjadi orang tua di hidup kita. Ntah itu siapa, sadar atau tidak, mereka selalu hadir.
Moral dari film ini, kita gak boleh berhenti bermimpi. Bermimpi itu adalah kekuatan kita untuk hidup, membuatnya menjadi kenyataan yang mewarnai dunia. Menyayangi orang-orang tanpa syarat, mencintai keburukannya, itulah yang baru dinamakan cinta sejati, untuk kawan maupun lawan.
Kalau boleh menilai, saya mau kasih 8/10 buat ini film. Harus ditonton buat yang ingin merefleksikan keindahan hidup ketika kita saling mencintai.
When someone like you dreams of us.
It is never just a dream.
If there’s one thing we can do,
let us live the dream for you.
If there’s one thing I can do,
let me live that dream for you.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar