Waktu kecil kita merindukan Natal. Dimana kita menanti seorang Santa Klaus datang menaruh kado dibawah pohon natal, bukan di kaos kaki, karena di rumah gue kaos kaki itu untuk dipake, bukan digantung. Dan sampai seiring bertumbuh dewasa, gue masih belum bisa mengkhayati apa arti Natal yang sesungguhnya, begitu juga beberapa teman-teman gue.
Kalo dari pribadi gue sendiri, gue enggak mengerti apa makna dari Natal karena gue bukan dilahirkan dari keluarga yang merayakan Natal. Dan baru 1 tahun kemarin gue resmi menjadi Katolik dan mencoba untuk mengerti arti Natal, itupun masih belum begitu ngerti walau Pasturnya udah ngulang-ngulang ngomong Yesus itu lahir. Dalam konteks selain agama, Natal juga merupakan suatu saat dimana kita berkumpul sekeluarga dan merasakan hangatnya kebersamaan. Sekali lagi, keluarga gue bukan sebuah keluarga yang merayakan adanya kebersamaan tersebut, ditambah gue tidak mempunyai latar belakang pengertian apa itu sebuah keluarga. Ditambah satu saudara yang ngeselin, lengkaplah penderitaan gue.
Sampai tanggal 24 pagi tadi, gue masih belum merasakan "Spirit of Christmas" yang disebut-sebut di status FB sampai BBM. Dengan muka suntuk, gue bersiap-siap buat nemenin temen gue ke Pasar Baru. Walau disana gue cuma nemenin dia nyari barang keperluan dia, entah kenapa gue ngerasa bahagia aja. Secara gak sadar, otak gue langsung melakukan flashback kayak di sinetron atau komik-komik Jepang. Dia yang merupakan sosok yang lebih tua, tapi bisa diajak gaul, tuker pikiran, curhat-curhatan dan sebagainya. Orang ini memang merupakan figur seorang saudara yang gue idam-idamkan, bukan saudara yang otoriter dan blo'on. Gue akhirnya dikasih kesempatan untuk merasakan seperti apa punya saudara yang bener-bener ngedukung gue.
Malamnya, salah satu temen SMA gue ngajak kumpul bareng untuk mengadakan sebuah tradisi yang dinamakan Tutup Buku (baru dinamain tadi lho). Dimana kita ngumpul bareng sambil ngerekap apa yang udah terjadi satu tahun belakangan karena keterbatasan waktu kita untuk bertemu. Semuanya direkap dalam pertemuan singkat yang gak lebih dari 2 jam. Dari siapa demen siapa sampai ada apa dan kenapa. Gue pun akhirnya melanjutkan dengan Misa Malam Natal sendirian. Siapa yang nyangka, akhirnya gue terdampar di gereja enggak sendirian, tapi sekomplotan temen-temen gue untuk merayakan Misa Malam Natal bareng. Disini gue menyadari konteks sebuah kehangatan dan kebersamaan keluarga dalam Natal. Mereka enggak harus blood related, enggak harus merit sama saudara elu dan elu harus manggil dia ipar. Cukup berkumpul bersama, dan ketika kita mau buka hati kita dan ngerangkul satu sama lain, maka suasana Natal akan hadir disana.
Santa Klaus mungkin memang enggak eksis di dunia ini dan cuma merupakan gimmick marketing. Tapi satu yang bisa gue maknai dari Natal, kado pada hari Natal itu memang ada. Kado tersebut bukan barang mahal yang kita nantikan. Kado tersebut merupakan sebuah kado yang tak terlihat, yang telah diberi tanpa kita sadari. Kado yang terbaik, yang tak akan pernah hilang sampai kapanpun juga.
Dan kamu adalah kado terbaik yang pernah hadir.
Dan kamu adalah kado terbaik yang pernah hadir.
Thank you, Lord.
This is the first Christmas that I've ever felt :')
Tidak ada komentar:
Posting Komentar